Seorang kawan pernah nge-tweet, "If you expect nothing, you'll get everything". Sekilas sih emang bener, kalau kita gak ekspek apa2, maka semua yang kita dapat akan menjadi suatu hal yang cenderung menyenangkan. Ada yang bikin rumus, kebahagiaan = realita - harapan. Ketika harapan/ekspektasi dihilangkan (0), maka realita apapun yang terjadi akan menjadi sumber kebahagiaan. Sayangnya, semua itu hanya teori.
Walau secara pikiran sadar kita bilang ke diri sendiri, "Jangan berharap apa-apa", secara berulang-ulang, pikiran bawah sadar kita sesungguhnya sudah memiliki harapan itu sejak awal, bahkan sebelum kita memikirkannya. Bisa aja kita menyangkal, tapi tetap saja harapan atau ekspektasi itu tetap ada di sana. Maka, yang paling bisa kita lakukan bukan lah menghilangkan ekspektasi itu, tapi mengelolanya (manage).
Dari mana datangnya ekspektasi? Dari mata turun ke hati katanya. Atau lebih tepatnya secara sains, dari mata naik ke otak. Artinya, segala input yg pernah kita terima dari lingkungan membekas di pikiran bawah sadar kita, dan membentuk image untuk segala hal. Misal, imej mahasiswa. Buat anak SMA, mahasiswa itu keren, pinter, pake jaket almamater kemana2, asik dah pokoknya. Dan ketika udah jadi mahasiswa beneran, ternyata realita tak seindah itu (tergantung jurusan sih :p).
Tampaknya, konsep image itu berlaku untuk segala hal dalam hidup. So, ketika kita akan menjalani sebuah fase, maka image tentang hal itu otomatis akan muncul dan menjadi ekspektasi. Misal ketika baru lulus kuliah dan punya rencana untuk cari kerja dulu. Biasanya kita akan berekspektasi akan kerja di perusahaan bonafid, bisa menimba pengalaman dan pelajaran dari senior2 yg ada, terus dapat gaji di akhir bulan. Terbayang bisa hangout dgn orang2 luar biasa dan bertambahnya nominal saldo di rekening :D
Namun, dalam ekspektasi bisa terdapat bias. Pembiasan terjadi saat kita berekspektasi hanya di hal-hal yg menyenangkan saja. Tak jarang kita lupa memperkirakan hal-hal tak mengenakkan yg mungkin terjadi. Sehingga, ketika mendapati kenyataan tak melulu seindah harapan, kita sulit untuk menghadapinya. Maka di sinilah kita harus mampu mengelola ekspektasi atau harapan itu.
Tak mesti membayangkan yg jelek2nya aja, tapi harus siap untuk berbagai kemungkinan yg ada. Agar setiap kejadian yg akan terjadi, kita lebih siap dan takkan membuat kita lupa untuk bersabar & bersyukur. "Rumus kebahagiaan" di awal mesti kita ubah menjadi: kebahagiaan = realita + harapan. So, ketika realita kurang dari apa yg kita harapkan, kita tetap dapat bahagia. Dan ketika realita justru melebihi, kita akan jadi jauuh lebih bahagia. Iya, kan? :D
![]() |
sumber |
Walau secara pikiran sadar kita bilang ke diri sendiri, "Jangan berharap apa-apa", secara berulang-ulang, pikiran bawah sadar kita sesungguhnya sudah memiliki harapan itu sejak awal, bahkan sebelum kita memikirkannya. Bisa aja kita menyangkal, tapi tetap saja harapan atau ekspektasi itu tetap ada di sana. Maka, yang paling bisa kita lakukan bukan lah menghilangkan ekspektasi itu, tapi mengelolanya (manage).
Dari mana datangnya ekspektasi? Dari mata turun ke hati katanya. Atau lebih tepatnya secara sains, dari mata naik ke otak. Artinya, segala input yg pernah kita terima dari lingkungan membekas di pikiran bawah sadar kita, dan membentuk image untuk segala hal. Misal, imej mahasiswa. Buat anak SMA, mahasiswa itu keren, pinter, pake jaket almamater kemana2, asik dah pokoknya. Dan ketika udah jadi mahasiswa beneran, ternyata realita tak seindah itu (tergantung jurusan sih :p).
Tampaknya, konsep image itu berlaku untuk segala hal dalam hidup. So, ketika kita akan menjalani sebuah fase, maka image tentang hal itu otomatis akan muncul dan menjadi ekspektasi. Misal ketika baru lulus kuliah dan punya rencana untuk cari kerja dulu. Biasanya kita akan berekspektasi akan kerja di perusahaan bonafid, bisa menimba pengalaman dan pelajaran dari senior2 yg ada, terus dapat gaji di akhir bulan. Terbayang bisa hangout dgn orang2 luar biasa dan bertambahnya nominal saldo di rekening :D
Namun, dalam ekspektasi bisa terdapat bias. Pembiasan terjadi saat kita berekspektasi hanya di hal-hal yg menyenangkan saja. Tak jarang kita lupa memperkirakan hal-hal tak mengenakkan yg mungkin terjadi. Sehingga, ketika mendapati kenyataan tak melulu seindah harapan, kita sulit untuk menghadapinya. Maka di sinilah kita harus mampu mengelola ekspektasi atau harapan itu.
Tak mesti membayangkan yg jelek2nya aja, tapi harus siap untuk berbagai kemungkinan yg ada. Agar setiap kejadian yg akan terjadi, kita lebih siap dan takkan membuat kita lupa untuk bersabar & bersyukur. "Rumus kebahagiaan" di awal mesti kita ubah menjadi: kebahagiaan = realita + harapan. So, ketika realita kurang dari apa yg kita harapkan, kita tetap dapat bahagia. Dan ketika realita justru melebihi, kita akan jadi jauuh lebih bahagia. Iya, kan? :D
Komentar
Posting Komentar
silakan komentar