Langsung ke konten utama

Pintu

sumber
"When one door closes, another opens; but we often look so long and so regretfully upon the closed door that we do not see the one which has opened for us." - Alexander Graham Bell
Tadinya saya pikir kutipan di atas itu yang bikin om Einstein, eh ternyata menurut BrainyQuote itu yg ngomong om Bell. Ngerti kan ya artinya? coba cek di gugel translate deh kalo bingung, hehe. Maknanya sih kira2 gini: ketika sebuah kesempatan atau peluang tertutup, ada peluang lain yg tersedia. Tapi seringkali kita terlalu lama menyesali hilangnya peluang pertama tersebut sampe-sampe gak ngeliat peluang-peluang lain yang terbuka. Kira-kira bener gak ya pendapat om Bell ini? 

Kalau kata saya sih, ada benernya.


Dari beberapa hari lalu saya baru keinget udah lama gak nulis di blog, terus mikirin apa yg mau ditulis. Biasanya sih tematik tergantung apa yg lagi dipikirin atau dialamin, eh lg banyak pikiran jd makin bingung mana yg mau diambil hikmahnya untuk dibagikan #tsaah. Terus hari ini tiba2 kepikiran quote alias kutipan di atas, wah kayaknya pas banget nih sama kondisi hati #eaa :p. Trigger awalnya sih karena pertanyaan dari temen: gak nyoba lpdp lagi?

Kayak yg pernah saya ceritain di pos sebelumnya, saya belum berhasil dapet beasiswa lpdp juni lalu, jadi batal deh berangkat tahun ini. Menurut aturan sih saya punya satu kesempatan lagi untuk daftar. Untuk tahun ini masih ada slot pendaftaran sih, tapi entah kenapa bener2 gak kepikiran buat nyoba lg, at least gak untuk tahun ini :D. Dan menurut saya, inilah salah satu 'closed door' atau pintu yg tertutup untuk saya, setidaknya untuk sementara ini.

Dari awal sih emang udah merencanakan andai dapat beasiswa ataupun tidak. Kalau dapat ya jalanin aja dulu, kalau gak ya udah langsung aja ini itu #ifyouknowwhatimean :p. Dan ternyata setelah beberapa waktu sejak pengumuman itu jg, rasanya hasrat untuk lanjut studi S2 udah gak sebesar pas waktu daftar dulu, haha. Gak tahu sih kenapa, tp mungkin karena saya mulai kepikiran, kayaknya saya emang kurang cocok balik ke dunia akademis kali ya. Lagipula, postgraduate bukan satu2nya cara untuk mendalami bidang yg saya minati. Ah, excuses doang kali ya, hehe.

Setelah saya pikir2 lagi, sebenernya saya masih pengen sih untuk S2, mungkin tahun depan. Tapi sekarang ada prerequisites atau prasyaratnya, yaitu harus didiskusikan dengan partner hidup kelak #eaaa xD. Makanya untuk tahun ini mungkin gak akan fokus untuk dapetin beasiswanya, tapi nyari itunya dulu, hehe. Karena menurut saya, ini adalah 'opened door' alias salah satu 'pintu' yg terbuka setelah pintu sebelumnya tertutup.

Prinsip yg sama pun bisa diterapkan dalam prosesnya, yaitu kalau satu 'pintu' tertutup, atau bahkan gak tau tertutup atau terbuka karena ruangannya gelap xD, ya udah coba 'pintu' lain aja. Idealnya sih kita harus terbuka terhadap semua 'pintu', alias terbuka terhadap semua kemungkinan. Jadi walau mungkin kita punya kriteria ini itu di luar yg standar (sholih/sholihah), atau mungkin punya target khusus, bagusnya sih jangan nutup kemungkinan2 di luar itu. Tapi namanya kehidupan, gak ada yg ideal di dunia ini. Kalau gak mencapai yg diinginkan tuh, rasanya ada yg retak di dada #eaa xD
Jika sudah begini, hanya kepada Allah sajalah kita bertawakal.

Satu 'pintu' lain yg mau terbuka, jadi belum bener2 kebuka, yaitu kesempatan untuk bereksperimen secara nyata mengembangkan suatu produk berkaitan dengan IoT: home automation. Ada peluang untuk itu dan sekarang lagi diajuin penawaran untuk pendanaannya. Kalau sampe deal, insya Allah saya (salah satu) yg akan megang proyeknya. Dan ini akan sangat sesuai sekali dengan PDP yg saya bikin di kantor. Semoga benar-benar bisa deal deh. Kalaupun gak, ya udah cari 'pintu' lain. :D

So, tampaknya memang ada benarnya kata-kata om Bell di atas itu. Ketika satu pintu tertutup, yang lain terbuka. Jangan sampai kita terlalu lama menyesali pintu tersebut, bersegaralah mencari pintu-pimtu lain yang terbuka. Bisa jadi pintu yg tertutup atau kita benar2 harapkan tersebut membawa keburukan bagi kita. Bisa jadi pintu lain yg terbuka itu, walau mungkin tak kita sukai, justru membawa kita pada keselamatan dunia dan akhirat.

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui” Q.S. Al-Baqarah : 216

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Daftar Pranala Blog-nya anak Jagung

Yak berikut daftar pranala blog anak fasilkom ui 2009 alias Jagung. Dicari dan diambil dari berbagai sumber secara brute force. Yang diambil adalah blog dengan domain sendiri atau yang ada di blogspot, wordpress, blogsome, deviantart, tumblr, .co.cc, dan livejournal. Selain itu seperti formspring dan twitter tidak dimasukkan karena kayaknya bukan termasuk kategori 'blog'. Kalau ada yang ingin menambahkan atau justru tidak ingin dimasukkan, feel free to contact me :)

Satu Tahun Kemudian

Ibarat film, blog ini mengalami percepatan lini masa ke satu tahun mendatang, sejak entri pos terakhir ada. Tidak sama persis sih, karena memang secara harfiah setahun (lebih) kemudian baru nulis lagi, bukan percepatan. Hahaha, cuma bisa ketawa miris xD Banyak banget yang sudah terjadi selama setahun terakhir ini. Buat teman-teman saya yang terhubung di media sosial, khususnya facebook, tentunya tahu peristiwa bersejarah untuk saya tahun lalu: menikah. Sejak saat itu, dunia yang tadinya seakan diputar dalam pola warna grayscale dari kacamata seorang jomlo, berubah menjadi full color . :D sumber

Ekspektasi

Seorang kawan pernah nge-tweet, "If you expect nothing, you'll get everything". Sekilas sih emang bener, kalau kita gak ekspek apa2, maka semua yang kita dapat akan menjadi suatu hal yang cenderung menyenangkan. Ada yang bikin rumus, kebahagiaan = realita - harapan. Ketika harapan/ekspektasi dihilangkan (0), maka realita apapun yang terjadi akan menjadi sumber kebahagiaan. Sayangnya, semua itu hanya teori. sumber Walau secara pikiran sadar kita bilang ke diri sendiri, "Jangan berharap apa-apa", secara berulang-ulang, pikiran bawah sadar kita sesungguhnya sudah memiliki harapan itu sejak awal, bahkan sebelum kita memikirkannya. Bisa aja kita menyangkal, tapi tetap saja harapan atau ekspektasi itu tetap ada di sana. Maka, yang paling bisa kita lakukan bukan lah menghilangkan ekspektasi itu, tapi mengelolanya (manage). Dari mana datangnya ekspektasi? Dari mata turun ke hati katanya. Atau lebih tepatnya secara sains, dari mata naik ke otak. Artinya, segala i