Langsung ke konten utama

Kesiapan & Kesempatan

Minggu lalu, akhirnya saya mendapatkan Sim C baru setelah sim pertama (yg datanya bodong :p) habis tahun 2012 lalu. Yup, selama sekitar 3 tahun terakhir ini berlalu-lalang naik motor di jalanan ibukota gak pernah bawa sim. Untungnya cuma sekali doang kena tilang waktu masih kuliah dulu dan gak 'nitip' jd gak mahal2 amat kena dendanya, cuma ya emang jauh aja sih di grand city depok sono. Bikin SIM C niat awalnya pengen ngikutin semua prosedur yg standar, pengen tau gampang gak, dan ternyata emang relatif gampang dan murah kok cuma 155 ribu totalnya (100rb formulir+ 30rb asuransi+ 25rb kesehatan). Ngikutin prosedurnya cukup mudah sih emang, tapi pas ujiannya yg emang agak sulit. Percobaan pertama saya lulus ujian teori, pas banget bener 21 dari 30, batas minimalnya. Ujian praktek? gagal total.

Terpaksa harus dateng 2 minggu lagi buat ngulang ujian praktek. Gagalnya tuh kemungkinan gara2 demam panggung sih :p, banyak banget yg nontonin soalnya jadi yg pertama pas batch itu. Awal2 zigzag pelan banget takut kena, pas masuk area yg bentuk 8 salah arah muternya, dodol banget gak liat panahnya. Sebenernya males banget mesti dateng lagi, jauh soalnya di Daan Mogot sana, hampir dari ujung ke ujung jakarta. Well, akhirnya dateng lagi dengan tujuan mesti lulus jgn sampe kesono lg setelah ini, gimanapun caranya. If you know what I mean :p

Singkat cerita, akhirnya dapet juga SIM nya. Uji praktek sebenernya ada sedikit kesalahan sih pas muter arah, tapi you know lah petugas Indonesia. Saya mikir, daripada wasting time tiap 2 minggu, entah sampe berapa kali lg sampe bener2 lulus normal, ya udah 'invest' lebih aja. Itungannya 'terima kasih' lah udah bantuin kita gak balik lg ke situ, hehe. But still, I'm not and will never proud of that choice.

Selama perjalanan, kebetulan waktu perjalanan lebih lama daripada bikin simnya, saya mikir kenapa sampe perlu 'dibantu' ya buat dapet sim? jawabannya, karena memang saya gak pernah menyiapkan diri untuk tes prakteknya. Secara skill sebenernya cukup lah, udah lima tahun lebih naik motor. Tapi ya itu, gak nyiapin khusus seperti yg ada di tes, jadinya gagal. Kesempatan untuk ngikutin prosedur selalu ada, tp ketika kita gak nyiapin serius ya akhirnya gak akan berhasil. Kecuali polisinya udah bosen dan kasian liat kita tiap 2 minggu dateng mulu kali ya :p.
sumber

Saya jadi teringat lagi dengan konsep kesiapan dan kesempatan. Saat hanya ada kesiapan, belum bisa menjadi apa2. Juga kalau cuma ada kesempatan, apapun yg dilakukan kemungkinan akan gagal. Nah ketika keduanya bertemu, maka beruntunglah kita. Itulah mengapa para motivator, trainer, or whatever itu seringkali menyeru agar kita terus belajar, meningkatkan kapasitas diri, mengembangkan skill yang kita inginkan secara kontinyu. Karena tak seperti bikin SIM, kesempatan untuk menjadi pribadi yg lebih baik dan bermanfaat tak tentu kapan datangnya, dan tak tentu pula berapa kali kita akan menemuinya.

Beberapa bulan terakhir ini saya sudah melewatkan setidaknya dua kesempatan, tentang sesuatu yg sebenarnya ditargetkan tahun ini. Saya terpaksa menolak karena kondisi khusus yg pernah tersirat di tulisan monolog saya yg terakhir. Namun setelah dipikir lagi, saya sendiri ragu apakah murni karena alasan yg tertulis di sana, atau sengaja menunda karena masih berharap suatu keajaiban terjadi, entahlah. Hanya Allah yang tahu.

Next week, another chance will show up. Seleksi tahap 2 untuk beasiswa LPDP. Ada sekitar 1700 aplikan untuk master luar negeri, berlomba untuk sekitar dua ratusan posisi. Am I ready yet? far from it, I guess. Dilihat sekilas ada banyak yg sebelumnya gagal di batch sebelumnya, daptar lagi sekarang. Harusnya mereka jauh lebih siap sih karena udah lebih tahu apa aja yg harus disiapkan. Untuk yg pertama kali, walau bisa nanya2 sama yg udah dapet, tetep aja kalah pengalaman.

Nevertheless, semua orang punya kesempatan yang sama. Apa yg akan membedakan mereka? Ya, kesiapan. Entah dia pernah gagal atau baru pertama kali, jika mereka memang bersiap sebaik mungkin, maka peluang diterimanya akan sama. Dan walaupun mengetahui hal ini, entah kenapa saya jadi merasa bahwa diri ini belum benar-benar siap. Nanya2 info sih udah, tp mungkin belum cukup. Apa aja yg akan disampaikan nanti udah mulai dipikirin, tp masih abstrak. Instead of preparing, I just watched a whole episodes of Daredevil for the last few days. That series is awesome! I must write some review about that later.

Well, bukan berarti saya gak ingin lulus seleksi. Cuma ngerasa inferior aja sih, setelah nulis essay "sukses terbesar dalam hidup", saya baru sadar saya bukan siapa-siapa. Di daftar aplikan ada beberapa nama yg saya kenal, dan saya tahu mereka semua lebih luar biasa daripada saya dalam banyak hal. Da aku mah apa atuh..:D Perasaan seperti ini biasanya akan berujung pada salah satu antara dua pilihan: pasrah total dan gak berbuat banyak untuk bersiap, atau justru bersiap sebaik mungkin dan gak berpikir tentang hasil. Seperti yg pernah saya tulis juga, tugas kita hanya sampai melakukan usaha yg terbaik, dan hasil adalah urusanNya.

And whatever the result is, I really hope I don't feel any doubt about His best chosen path for me.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Daftar Pranala Blog-nya anak Jagung

Yak berikut daftar pranala blog anak fasilkom ui 2009 alias Jagung. Dicari dan diambil dari berbagai sumber secara brute force. Yang diambil adalah blog dengan domain sendiri atau yang ada di blogspot, wordpress, blogsome, deviantart, tumblr, .co.cc, dan livejournal. Selain itu seperti formspring dan twitter tidak dimasukkan karena kayaknya bukan termasuk kategori 'blog'. Kalau ada yang ingin menambahkan atau justru tidak ingin dimasukkan, feel free to contact me :)

Satu Tahun Kemudian

Ibarat film, blog ini mengalami percepatan lini masa ke satu tahun mendatang, sejak entri pos terakhir ada. Tidak sama persis sih, karena memang secara harfiah setahun (lebih) kemudian baru nulis lagi, bukan percepatan. Hahaha, cuma bisa ketawa miris xD Banyak banget yang sudah terjadi selama setahun terakhir ini. Buat teman-teman saya yang terhubung di media sosial, khususnya facebook, tentunya tahu peristiwa bersejarah untuk saya tahun lalu: menikah. Sejak saat itu, dunia yang tadinya seakan diputar dalam pola warna grayscale dari kacamata seorang jomlo, berubah menjadi full color . :D sumber

Knowing

Hari rabu minggu lalu, entah setelah berapa lama akhirnya penulis berkesempatan untuk menonton bioskop lagi. Mungkin sudah lebih dari setengah tahun kali ya, selama itu nonton film ‘bioskop’nya di kelas atau gak laptop sendiri, hehe. Lumayan menghemat loh, misalkan paling murah tiket bioskop 10.000, sebulan paling gak ada satu film baru yang wajib tonton, 6x10000= 60.000! belum lagi ongkos, snack atau makannya, minum juga pastinya, benar2 menghemat kan. haha, perhitungan banget ye. Apapun itu, film yang berhasil ditonton minggu lalu adalah Knowing. Ada yang unik saat memutuskan untuk menonton film ini. Begini ceritanya, penulis memilih bioskop yang paling dekat rumah untuk menonton (hidup cijantung!), dan kebetulan film yang diputar salah satunya adalah Knowing. Ternyata Knowing itu satu-satunya film produksi luar negeri yang ada di daftar main bioskop itu, lainnya film dalam negeri. Sekedar informasi, di daerah sini memang yang lebih laku itu film lokal, film hollywood gitu cuma sedi