Langsung ke konten utama

Entah

Sumber
Minggu lalu saya sempat hadir di sebuah acara semacam seminar di daerah kalibata. Saat itu temanya tentang urgensi untuk menyebar kebaikan sebanyak2nya melalui sarana mentoring. Saat kuliah dulu sebenernya pernah juga dapet materi yg sama dan alhamdulillah sempat menjadi mentor di lembaga dakwah fakultas. Namun sekarang setelah lulus, belum pernah lagi menjadi mentor. Pengen sih, tapi memang situasinya kini tak semudah dulu. Tapi rasanya memang sudah saatnya untuk megang kelompok mentoring lagi. Entah gimana caranya..

Sekarang sudah masuk bulan keempat tahun ini. Salah satu deadline penting ada di bulan ini, yaitu pendaftaran beasiswa LPDP. Ada waktu sekitar tiga minggu lagi sebelum aplikasinya ditutup. Sejak tahun lalu saya memang ingin sekali untuk mendaftar ini karena memang salah satu target saya untuk tahun ini adalah melanjutkan studi S2 di luar negeri. Alhamdulillah LoA nya sudah ada jadi tinggal nyari beasiswanya. Tapi, sampai sekarang masih belum nulis apapun untuk essay yg jadi salah satu syarat pendaftaran. Entah mau nulis apa..

Selain mencari beasiswa, tahun ini saya juga punya satu target lainnya yg sama atau bahkan seharusnya lebih penting. Pengennya sih sejalan dengan nyari beasiswa, jadi skenario terbaiknya adalah saat S2 enggak 'sendirian' :p. Namun tampaknya hal itu belum bisa terjadi. Sempet sih mulai 'mencari' juga beberapa waktu lalu, tapi ya ternyata responnya tidak bagus. Daripada gak fokus, akhirnya memutuskan untuk nyari beasiswa aja. Lalu apakah setelah daftar nanti mulai lg 'pencarian' yg itu, entahlah..

Beberapa kali sempat bertanya2 ke diri sendiri, sebenarnya, apakah saya memang benar2 ingin untuk S2 di luar negeri? apa alasannya? well, jawaban dari dulu hingga sekarang relatif masih sama, untuk mencari ilmu dan pengalaman. Intinya sih gitu, detilnya mah ada lagi. Pertanyaan yg sama juga berlaku untuk target satunya lagi. Apakah memang sudah saatnya? apa memang sudah benar2 siap? well, jawaban singkatnya adalah ya dan rasanya gak akan pernah mulai kalau nunggu bener2 'siap'. Lalu pertanyaan selanjutnya, jika tiba saatnya harus memilih salah satu, mana yg akan didahulukan? yg satu bisa dibilang passion, yg satu lg mungkin lebih ke arah kebutuhan. Ah, entahlah..

Pun jika Allah memang tak menakdirkan untuk S2, dan akhirnya bisa fokus untuk 'pencarian' yg itu, masih ada pertanyaan lainnya. Apakah akan mengikuti kecenderungan hati dan berjuang hingga tak ada lagi cara yg bisa dijalani, atau sedari awal melepaskan belenggu agar dapat menerima segala kemungkinan? saya tahu ada sedikit perbedaan pendapat namun dua2nya gak ada yg salah, walau mungkin yg kedua lebih mulia. Jika tak mencoba, kemungkinan besar akan menyesal. Jika mencoba, ada peluang akan 'digantung', tak tegas ya atau tidak. Akhirnya akan pilih jalur mana, entah..

sumber
Ada begitu banyak keraguan dan ketidakpastian jika dipikirkan sekaligus. Kegamangan yg muncul sewaktu-waktu, kadang membuat kesempatan terlewat. Atau sebaliknya, ketika sudah menentukan jalan yg dituju, kemudian ada tawaran lain yg datang, kadang membuat bimbang. Apakah tetap pada jalur hingga selesai dulu, atau mencoba peluang dari tawaran yg datang? lagi2, entahlah..

Jika sudah begini, maka jalan terbaik yg bisa diambil adalah 'mengembalikan' semuanya ke Allah. Dia Yang Maha Mengetahui yg nyata dan tak terlihat mata, sekarang dan yang akan datang. Kita hanya perlu memilih aksi terbaik menurut kita dan sekuat tenaga menjalaninya, lalu memohon padaNya agar apa yg kita lakukan memang sejalan dengan rencana terbaik Allah untuk kita. Dengan izinNya, jika memang yg kita pilih itu tepat, niscaya kan kita dapatkan. Pun sebaliknya, jika memang bukan takdir kita, gimana pun caranya tak akan pernah kita dapatkan hal itu.

Oleh karena alasan itu, saya memilih untuk mengerahkan tenaga untuk satu deadline di bulan ini terlebih dahulu. Terlepas dari hasilnya nanti, barulah mulai lagi pencarian yg lain. Eh tapi kalau emang gak dapet beasiswanya, ya udah bisa bebas nyari yg itu karena gak ada constraint lg. Tapi kalau dapet, kan jd banyak constraint/keterbatasan buat nyari itu karena mau s2? ah entahlah, yg pasti Allah akan memberikan yg terbaik bagi yg berusaha sekuat tenaga karenaNya!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Daftar Pranala Blog-nya anak Jagung

Yak berikut daftar pranala blog anak fasilkom ui 2009 alias Jagung. Dicari dan diambil dari berbagai sumber secara brute force. Yang diambil adalah blog dengan domain sendiri atau yang ada di blogspot, wordpress, blogsome, deviantart, tumblr, .co.cc, dan livejournal. Selain itu seperti formspring dan twitter tidak dimasukkan karena kayaknya bukan termasuk kategori 'blog'. Kalau ada yang ingin menambahkan atau justru tidak ingin dimasukkan, feel free to contact me :)

Satu Tahun Kemudian

Ibarat film, blog ini mengalami percepatan lini masa ke satu tahun mendatang, sejak entri pos terakhir ada. Tidak sama persis sih, karena memang secara harfiah setahun (lebih) kemudian baru nulis lagi, bukan percepatan. Hahaha, cuma bisa ketawa miris xD Banyak banget yang sudah terjadi selama setahun terakhir ini. Buat teman-teman saya yang terhubung di media sosial, khususnya facebook, tentunya tahu peristiwa bersejarah untuk saya tahun lalu: menikah. Sejak saat itu, dunia yang tadinya seakan diputar dalam pola warna grayscale dari kacamata seorang jomlo, berubah menjadi full color . :D sumber

Ekspektasi

Seorang kawan pernah nge-tweet, "If you expect nothing, you'll get everything". Sekilas sih emang bener, kalau kita gak ekspek apa2, maka semua yang kita dapat akan menjadi suatu hal yang cenderung menyenangkan. Ada yang bikin rumus, kebahagiaan = realita - harapan. Ketika harapan/ekspektasi dihilangkan (0), maka realita apapun yang terjadi akan menjadi sumber kebahagiaan. Sayangnya, semua itu hanya teori. sumber Walau secara pikiran sadar kita bilang ke diri sendiri, "Jangan berharap apa-apa", secara berulang-ulang, pikiran bawah sadar kita sesungguhnya sudah memiliki harapan itu sejak awal, bahkan sebelum kita memikirkannya. Bisa aja kita menyangkal, tapi tetap saja harapan atau ekspektasi itu tetap ada di sana. Maka, yang paling bisa kita lakukan bukan lah menghilangkan ekspektasi itu, tapi mengelolanya (manage). Dari mana datangnya ekspektasi? Dari mata turun ke hati katanya. Atau lebih tepatnya secara sains, dari mata naik ke otak. Artinya, segala i