Langsung ke konten utama

Bukan Pujangga


Beberapa waktu yang lalu, penulis membaca blog seorang kawan, bagus banget narasinya. Kalau gak kenal sama orangnya mungkin akan mengira dia itu anak sastra, padahal aslinya mahasiswa FKM, Fakultas kebanyakan muslimah, eh Kesehatan Masyarakat xD. Berhubung dia cowok, jadi penulis merasa kagum aja sama keahliannya nulis, gak sampai ngefans gitu lah :D. Dan tulisan yg dia iklanin terakhir di FB, sangat2 penulis mengerti apa makna di setiap kalimatnya. Seakan, semua perasaan yg penulis pernah alami, yang mungkin juga dialami oleh para bujangan kepala 2, dapat dia tuliskan dengan indah dan mengalir deras laksana air terjun..

Tulisan apakah itu? yah, kalau dikasih tahu nanti ketauan kalau penulis lagi galau. Lah itu malah ngasih tau xD. Tapi setelah membaca tulisan2 si doi, penulis merasa gak aa apa-apanya. Mungkin sebenernya apa yg penulis dan kawan itu alami atau rasakan adalah sesuatu yang sama, namun ia mampu merangkai perasaan itu menjadi kata demi kata yang terangkai begitu indah. Sedangkan penulis sendiri, selalu monoton rasanya ketika menulis apapun itu..

Namun, aku memang bukanlah pujangga, yang pandai merangkai kata. Aku hanya manusia biasa, yang dapat merasa. Merasa suka, benci, marah, dan cinta. Beginilah aku apa adanya, tak ingin membohongi rasa, jangan sampai dusta. Apa yang dirasa, itulah yang terungkap. Walau tak selalu tampak, namun semua nyata adanya. Hanya saja, aku sadar tak bisa bebas tuk berkata. Karena kata, adalah tanggung jawab. Apa jadinya jika berkata namun hanya membuat nelangsa?

Walau begitu, tak jarang aku pun mengharapkan hal yang sama darinya. Berharap, meluncur suatu frasa yang seakan dapat menghempaskan diri ini ke surga. Kadang begitu tipis rasanya, hanya satu huruf, sudah sangat membuatku frustasi, berharap satu huruf itu berganti, akan lebih dari cukup tuk membuatku menjadi orang paling bahagia, mungkin. Namun aku tahu, itu tak akan terjadi. Kadang, semua itu begitu berat untukku. Untunglah, aku punya sahabat yang dapat kupercayakan rahasiaku. Sempat terpikir, jika umurku tak sampai, kuharap rahasia itu dapat sampai padanya.

Ya, ingin sekali rasanya tuk sampaikan semua padanya. Namun, itu bukanlah tindakan yang bijak untuk saat ini. Kedewasaan taruhannya. Karena, sebelum sampai pada saatnya, haruslah bertanya dulu pada diri sendiri: pantaskah engkau? karena kau harus tetap menginjak bumi setiap kali tertipu angin yang membujukmu terbang. Jika memang sudah waktunya, walaupun akhirnya tidak sampai apa yang menjadi harapanmu saat ini, kau sudah punya pijakan yang kokoh, tidak akan mudah goyah. Dan Allah akan membayar semua perjuanganmu. Yakinlah itu.

Aku bukanlah pujangga, yang pandai merangkai kata. Namun, sebuah doa, tak perlu dirangkai oleh pujangga. Biarlah, Dia Yang Maha Mendengar, menentukan segalanya, untuk kebaikanku, dan juga hidupnya.

Komentar

  1. emg labil ya, haha. semangat yahya semoga berjodoh ya sama siapapun itu namanya #sotoytpfrontal

    BalasHapus
    Balasan
    1. eh, ada wieke! :D
      sebenernya namanya itu ..... :p

      Hapus

Posting Komentar

silakan komentar

Postingan populer dari blog ini

Daftar Pranala Blog-nya anak Jagung

Yak berikut daftar pranala blog anak fasilkom ui 2009 alias Jagung. Dicari dan diambil dari berbagai sumber secara brute force. Yang diambil adalah blog dengan domain sendiri atau yang ada di blogspot, wordpress, blogsome, deviantart, tumblr, .co.cc, dan livejournal. Selain itu seperti formspring dan twitter tidak dimasukkan karena kayaknya bukan termasuk kategori 'blog'. Kalau ada yang ingin menambahkan atau justru tidak ingin dimasukkan, feel free to contact me :)

Satu Tahun Kemudian

Ibarat film, blog ini mengalami percepatan lini masa ke satu tahun mendatang, sejak entri pos terakhir ada. Tidak sama persis sih, karena memang secara harfiah setahun (lebih) kemudian baru nulis lagi, bukan percepatan. Hahaha, cuma bisa ketawa miris xD Banyak banget yang sudah terjadi selama setahun terakhir ini. Buat teman-teman saya yang terhubung di media sosial, khususnya facebook, tentunya tahu peristiwa bersejarah untuk saya tahun lalu: menikah. Sejak saat itu, dunia yang tadinya seakan diputar dalam pola warna grayscale dari kacamata seorang jomlo, berubah menjadi full color . :D sumber

Ekspektasi

Seorang kawan pernah nge-tweet, "If you expect nothing, you'll get everything". Sekilas sih emang bener, kalau kita gak ekspek apa2, maka semua yang kita dapat akan menjadi suatu hal yang cenderung menyenangkan. Ada yang bikin rumus, kebahagiaan = realita - harapan. Ketika harapan/ekspektasi dihilangkan (0), maka realita apapun yang terjadi akan menjadi sumber kebahagiaan. Sayangnya, semua itu hanya teori. sumber Walau secara pikiran sadar kita bilang ke diri sendiri, "Jangan berharap apa-apa", secara berulang-ulang, pikiran bawah sadar kita sesungguhnya sudah memiliki harapan itu sejak awal, bahkan sebelum kita memikirkannya. Bisa aja kita menyangkal, tapi tetap saja harapan atau ekspektasi itu tetap ada di sana. Maka, yang paling bisa kita lakukan bukan lah menghilangkan ekspektasi itu, tapi mengelolanya (manage). Dari mana datangnya ekspektasi? Dari mata turun ke hati katanya. Atau lebih tepatnya secara sains, dari mata naik ke otak. Artinya, segala i